Kualitas Terjemahan


Kualitas hasil terjemahan ditentukan tiga aspek yaitu keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Tentu saja, yang paling baik ialah hasil terjemahan dengan tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi. Namun, dengan berbagai macam pertimbangan dalam praktiknya terkadang sulit untuk menghasilkan terjemahan yang sempurna. Seringkali penerjemah dihadapkan pada pilihan untuk lebih mementingkan suatu aspek dan sedikit mengorbankan aspek yang lain.
Keakuratan berkaitan dengan kesepadanan makna antara BSu dan BSa. Pesan yang diterjemahkan harus tersampaikan secara akurat, sama makna. Keakuratan menjadi prinsip dasar penerjemahan, sehingga harus menjadi fokus utama penerjemah. Jika keakuratan suatu terjemahan sangat rendah sekali, maka bisa dipertanyakan apakah hasil tersebut termasuk hasil terjemahan atau bukan. Kesepadan makna yang dimaksud bukanlah sekedar bentuknya, tetapi pesan, ide gagasan pada BSu tersampaikan pada BSa. Kesepadanan juga bukan berarti korespondensi satu-satu, dengan penerjemahan kata demi kata. Namun lebih pada keseluruhan ide atau pesan. Sebagai contoh, apabila yang diterjemahkan ialah surat resmi maka hasilnya pun haruslah berupa surat resmi pula.
Keberterimaan ialah derajat kewajaran suatu teks terjemahan terhadap norma, kaidah, budaya BSa.  Terjemahan dengan tingkat keberterimaan yang tinggi akan menghasilkan terjemahan yang alamiah, luwes dan tidak kaku.
Keterbacaan ialah derajat mudah tidaknya suatu teks terjemahan dapat dipahami. Teks terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi apabila teks tersebut mudah dipahami serta dimengerti oleh pembaca teks bahasa sasaran. Di sini peran pembaca sangat diperlukan dalam penentuan tingkat keterbacaan. Selain itu, tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain panjang rata-rata kalimat, jumlah kata-kata baru, dan kompleksitas gramatika dari bahasa yang digunakan.
Ketiganya—keakuratan, keberterimaan, keterbacaan—memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas terjemahan. Keakuratan memiliki bobot tertinggi dilanjutkan keberterimaan dan keterbacaan. Maksudnya, kalaupun harus sedikit mengorbankan salah satu aspek, seharusnya keakuratan tetap menjadi tujuan utama suatu penerjemahan.

Metode Penerjemahan

                Secara harfiah, metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan. Terkait penerjemahan, metode berarti rencana dan cara yang sistematis dalam melakukan penerjemahan. Seorang penerjemah haruslah memiliki metode penerjemahan yang jelas, yaitu melakukan penerjemahan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks untuk anak-anak, penerjemah sudah merencanakan apakah akan menghilangkan istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca sasaran ataupun tidak. Tentunya pemilihan suatu metode disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang mengenai pembaca sasaran, jenis teks, keinginan dan maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks tersebut.
"While translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language. (Newmark, 1988: 81)
                Tidak seperti teknik penerjemahan yang berada pada tataran mikro, metode penerjemahan berada pada tataran makro. Dalam hal penelitian, jika teknik dapat dievaluasi dalam satuan linguistik kata, frasa, klausa dan kalimat; metode diteliti berdasarkan teks utuh secara keseluruhan bukan berdasarkan contoh per contoh kasus. Adapun penentuan metode dapat dilihat dari kecenderungan yang muncul dari teknik-teknik yang digunakan.
                Penelitian tesis ini mengacu pada metode penerjemahan menurut Newmark, sesuai dalam bukunya yang berjudul A Textbook of Translation (1988). Ada delapan metode penerjemahan, yang dikelompokkan menjadi dua bagian, cenderung mengacu pada BSu dan mengacu pada BSa. Berikut metode penerjemahan dalam diagram V,
SL Emphasis                                                                                                                            TL Emphasis
Word-for-word Translation                                                                                 Adaptation
Literal Translation                                                                           Free Translation
Faithful Translation                                                   Idiomatic Translation
Semantic Translation                        Communicative Translation

Gambar 1. Diagram V (Newmark 1988:45)
Metode berikut ini berorientasi pada BSu:
1. Penerjemahan Kata demi kata (Word-for-word Translation);
         Satuan lingual pada penerapan metode ini ialah pada tingkatan kata. Satu demi satu kata diterjemahkan secara urut, tanpa memperhatikan konteks. Istilah-istilah budaya dalam BSu pun diterjemahkan secara harfiah (literal). Metode ini dapat diterapkan dengan baik apabila struktur BSu sama dengan struktur BSa, atau teks BSu yang hanya berisi kata-kata tunggal--tidak dikonstruksi menjadi frasa, klausa maupun kalimat--sehingga tidak saling bertautan makna. Metode ini juga bisa dipakai ketika menghadapi suatu ungkapan yang sulit, yaitu dengan melakukan penerjemahan awal (pre-translation) kata demi kata, kemudian direkonstruksi menjadi sebuah terjemahan ungkapan yang sesuai.
2. Penerjemahan Harfiah (literal Translation);
           Metode ini masih sama seperti metode sebelumnya--kata demi kata, yaitu pemadanan masih lepas dari konteks. Metode ini juga dapat dipakai sebagai langkah awal dalam melakukan suatu penerjemahan. Perbedaannya terletak pada konstruksi gramatika BSu yang berusaha diubah mendekati konstruksi gramatika pada BSa.
3. Penerjemahan Setia (Faithful Translation);
           Penerjemahan dengan metode ini mencoba membentuk makna kontekstual tetapi masih tetap terikat pada struktur gramatika pada BSu. Penerjemahan ini berusaha sesetia mungkin terhadap BSu. Hal ini menimbulkan adanya ketidaksesuaian terhadap kaidah BSa, terutama penerjemahan istilah budaya, sehingga hasil terjemahan seringkali terasa kaku.
4. Penerjemahan Semantik (Semantic Translation);
           Terkait keterikatan dengan BSu, metode ini lebih luwes dibanding  metode penerjemahan setia. Istilah budaya yang diterjemahkan jadi lebih mudah dipahami pembaca. Unsur estetika BSu tetap diutamakan, tetapi disertai kompromi yang masih dalam batas wajar.
Metode berikut ini berorientasi pada BSa:
5. Adaptasi (Adaptation);
            Metode ini ialah metode yang paling bebas dalam penerjemahan. Maksudnya, keterikatan bahasa dan budaya terhadap BSu sangatlah tipis, hampir tidak ada, keterikatan justru lebih dekat pada BSa. Unsur-unsur budaya yang terdapat pada BSu diganti dengan unsur budaya yang lebih dekat dan akrab pada pembaca sasaran. Metode ini sering dipakai pada penerjemahan teks drama atau puisi.
6. Penerjemahan Bebas (Free Translation);
        Metode penerjemahan bebas lebih mengutamakan isi (content) BSu daripada bentuk strukturnya. Kebebasan dalam metode ini masih sebatas bebas mengungkapkan makna pada BSa, sehingga masih dibatasi maksud atau isi BSu walaupun bentuk teks BSu sudah tidak dimunculkan kembali. Lebih lanjut, pencarian padanan pun cenderung berada pada tataran teks, bukan kata, frasa, klausa atau kalimat, sehingga akan tampak seperti memparafrasa Bsu.
7. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation);
           Penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan’ dari BSu tetapi cenderung mendistorsi nuansa makna. Ungkapan idiomatik yang ada pada BSu diterjemahkan seperti ungkapan biasa, bukan dengan ungkapan idiomatik pula. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya ungkapan idiomatik yang sama pada BSa, sehingga  distorsi nuansa tidak bisa dihindari.
8. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation).
              Metode penerjemahan ini berupaya sedemikian rupa agar menghasilkan makna kontekstual secara tepat, sehingga aspek bahasa dapat diterima dan isi dapat langsung dipahami oleh pembaca sasaran.

Teknik Penerjemahan



Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:

  1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.
  2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu.
  3. Teknik berada tataran mikro.
  4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu.
  5. Teknik bersifat fungsional.
Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir. Selain untuk keseragaman, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya.

Berikut 18 teknik penerjemahan tersebut,
1) Adaptasi (adaptation),
Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.
Contoh:

BSu
BSa
as white as snow
seputih kapas


2) Amplifikasi (amplification),
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.
Contoh:

BSu
BSa
Ramadhan
Bulan puasa kaum muslim

3) Peminjaman (borrowing),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.
Contoh:

BSu
BSa
peminjaman
Mixer
Mixer
murni
Mixer
Mikser
alamiah

4) Kalke (calque),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:

BSu
BSa
Directorate General
Direktorat Jendral

5) Kompensasi (compensation),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.
Contoh:
BSu
BSa
A pair of scissors
Sebuah gunting

6) Deskripsi (description),
Teknik penerjemahan yang dilterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.
Contoh:
BSu
BSa
panettone
kue tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru

7) Kreasi diskursif (discursive creation),
Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan teknik proposal.
Contoh:

BSu
BSa
The Godfather
Sang Godfather

8) Padanan lazim (establish equivalence),
Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.
Contoh:

BSu
BSa
Ambiguity
ambigu

9) Generalisasi (generalization),
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:

BSu
BSa
Penthouse, mansion
Tempat tinggal

10) Amplifikasi linguistik (linguistic amplification),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara.
Contoh:

BSu
BSa
No way
De ninguna de las maneras (Spain)

11) Kompresi linguistik (linguistic compression),
Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh:

BSu
BSa
Yes so what?
Y? (Spain)

12) Penerjemahan harfiah (literal translation),
Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks.
Contoh:

BSu
BSa
Killing two birds with one stone
Membunuh dua burung dengan satu batu

13) Modulasi (modulation),
Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.
Contoh:

BSu
BSa
Nobody doesn’t like it
Semua orang menyukainya

14) Partikularisasi (particularizaton),
Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.
Contoh:

BSu
BSa
air transportation
pesawat

15) Reduksi (reduction),
Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi.
Contoh:

BSu
BSa
SBY the president of republic of Indonesia
SBY

16) subsitusi (subsitution),
Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyara). Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.

17) transposisi (transposition),
Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.
Contoh:

BSu
BSa
adept
Sangat terampil

18) variasi (variation).
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik.